Kamis, 01 Mei 2008

Bakmi Japos: Dari Warung Tenda ke Waralaba

Bakmi Japos: Dari Warung Tenda ke Waralaba
Kamis, 08 Januari 2004
Oleh : S. Ruslina

Tahun 1992, Tjoa Heng Lie alias Hengky masih mangkal membuka warung tenda di depan bangunan bekas kantor pemasaran pengembang perumahan Japos, Kreo, berjualan mi. Sepuluh tahun kemudian, Hengky bukan sekadar jualan mi, melainkan sudah menjadi rajanya mi.

Perjalanan Hengky dengan Bakmi Japosnya tergolong dahsyat. Hanya dalam waktu singkat dan modal tak kurang dari Rp 750 ribu pada waktu itu, kini Bakmi Japos memiliki 22 cabang dengan omset miliaran rupiah setiap tahun. Prestasi ini tidak main-main. Tidak banyak pengusaha yang berhasil membalikkan sejarahnya dalam waktu singkat -- dari warung tenda menjadi pemilik dan pengembang waralaba Bakmi Japos.

"Modal saya keuletan. Saya hanya berpikir, bagaimana agar bakmi saya bisa diterima pasar," papar Hengky yang sempat jatuh-bangun sebagai penjual makanan mengenai rahasia suksesnya. Setelah beberapa waktu berjalan, Hengky punya lima resep lain bagaimana memenangi pasar, yakni: menang rasa, menang harga, menang porsi, menang suasana dan menang pelayanan.

Yang dimaksudkan menang rasa adalah baik bakmi maupun makanan lain seperti hot plate, sapo tahu, kepiting, udang asam manis buatannya, harus memiliki rasa khas yang disukai sekaligus dipercayai kehalalannya oleh pengunjung. Karena itu, Hengky sengaja menempatkan ruang dapur di muka restoran, agar pengunjung dapat melihat langsung proses memasak dan leluasa bertanya pada kru di dapur mengenai bahan-bahan yang digunakan. "Sertifikasi halalnya masih dalam proses," ujar Hengky tentang masakannya.

Kemudian, menang harga dimaksudkan harga Bakmi Japos harus lebih murah ketimbang resto-resto bakmi di kelasnya. "Dengan uang Rp 10 ribu sudah bisa makan di Japos," ujarnya. Adapun konsep menang porsi, menurutnya, memberikan porsi lebih besar dan lebih banyak ketimbang yang lainnya. Dengan konsep porsi lebih besar, Hengky ingin menyampaikan kepada pelanggan bahwa porsi yang disajikan bisa disantap untuk beberapa anggota keluarga.

Seiring perjalanan waktu, ayah seorang anak ini menambah satu konsep lagi, yakni suasana. Untuk itu, Bakmi Japos cabang ke-6 di bilangan Bintaro Sektor 7, Tangerang menjadi gerai percontohan sekaligus kantor pusat. Gerai seluas 1.500 m2 ini meliputi dapur, ruang makan, ruang makan VIP, kafe dan tempat pertunjukan musik. Bahkan, khusus di tempat ini pula, Bakmi Japos buka 24 jam nonstop (tiga shift). "Tidak seperti kafe-kafe yang mengundang artis tenar, hiburan di sini hanya sebagai sarana pelengkap,? tutur Hengky.

Dari sekian konsep yang dijalankan, menurut Hengky, yang terbilang paling sulit direalisasi adalah menang pelayanan. Ada tiga versi pelayanan di Bakmi Japos, yakni: eat in (pelanggan makan di tempat), take a way (dibawa pulang), dan delivery order. Ketiganya membutuhkan perlakuan khusus agar dapat menjadi pelayanan yang diberikan secara optimal.

Guna mempercepat pertumbuhan, sejak 2003 Hengky menerapkan sistem waralaba. Dari 22 gerainya kini, 12 di antaranya dibangun dengan sistem waralaba. Investasi yang harus dikeluarkan kepada mitra waralaba berkisar Rp 1,5 miliar (untuk alat bantu kerja, SDM, dan pengadaan bahan baku, tidak termasuk sewa gedung). "Saya menargetkan break even point kurang-lebih tiga tahun," Hengky berujar.

Bagi pewaralaba, mereka harus membayar royalti 6% total penjualan dan akan memperoleh keuntungan tipis 12%-14%. Kendati begitu, ternyata tak membuat mitranya lari meninggalkan Bakmi Japos. Sebab, dengan membuka Bakmi Japos, sepertinya sudah jaminan pengunjung bakal datang berduyun-duyun. Dari pengalaman Hengky selama ini, setiap hari setidaknya 500 tamu berkunjung ke Bakmi Japos. Bahkan, ada beberapa gerai yang bisa menyedot 1.000 pengunjung per hari.

Tahun 2004, Hengky berencana membuka 6 gerai di beberapa titik Ibu Kota. Selain itu, ia juga akan mencoba peruntungan keluar Jakarta, yakni membuka cabang Bandung. Bandung menjadi salah satu proyek percontohan, untuk melihat masih dapatkah pengontrolan dilakukan dengan baik.

Menurut Rhenald Kasali, pengamat dari Program Ilmu Manajemen Pascasarjana Universitas Indonesia, berkembangnya kewirausahaan Bakmi Japos, tak lain karena sosok Hengky yang memiliki semangat juang yang kuat. Dendam dengan kemiskinan membuatnya terus mencoba segala hal. Kemiskinan ini yang membuat dia berani menghadapi rintangan. Setelah malang melintang mengais rezeki, pada akhirnya ia menemukan faktor keberuntungan. Sebenarnya, lanjut Rhenald, Hengky tak sekadar beruntung. Pria 43 tahun ini pasti memiliki kreativitas dan akal yang panjang. Kalau tidak, mana mungkin Bakmi Japos bisa berkembang seperti sekarang?


URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=166

 

Tidak ada komentar: